Selasa, 17 Mei 2011

ular, dan sudut pandang seorang manusia

Friday, November 19, 2010 at 10:32pm

Mana yang lebih baik, ditakuti atau dihormati? Kenapa tidak dua-duanya? (Tony Stark, Iron Man 1). Saya setuju dengan Mr Stark, ditakuti dan dihormati. Ini pelajaran yang paling berkesan terhadap Herpetologi, bidang yang mungin membuat orang mengernyitkan dahi.

Ada yang takut ular? Teriakan, jeritan, Lari, dan bentuk kewaspadaan lain akan terlihat saat orang bertemu ular, suatu reaksi yang biasa. Mau tidak mau memang harus diakui ular memang menakutkan, tidak memiliki kaki, tidak memiliki kelopak mata, dan berbisa (pada beberapa jenis). Ada alasan lain? 

Siapa yang tidak takut terkena gigitan ular berbisa? Rasa sakit yang amat sangat, hingga ancaman tidur lelap selamanya ada di balik gigitan ular berbisa. Saya pernah digigit ular berbisa, dari rasa terbakar di tempat gigitan, di lain waktu, saya tidak bisa merasakan bagian tangan saya yang tergigit. Ketakutan? Tentu. Dari pertanyaan apakah sakitnya akan hilang, apakah saya masih bisa merasakan tangan saya, hingga pertanyaan apakah saya akan selamat untuk melihat mentari esok pagi sempat terlintas di otak, dan saya harus mengakui, saya takut tergigit ular berbisa dan saya tak mau lagi ceroboh dengan ular berbisa.

Dari berbagai macam ular yang pernah saya temui, Cryptelytrops albolabris adalah sosok yang memberikan saya ketakutan dan penghormatan paling tinggi. Konon, dialah yang bertanggungjawab pada hampir 60% kasus gigitan ular berbisa di Indonesia. Dialah ular yang telah memberikan ketakutan dan rasa terbakar dari luka gigitan. “ga mau mas, saya takut tergigit dia, sakit banget rasanya nda mau lagi-lagi saya nangkep ular itu, lebih baik saya disuruh nangkep ular kobra” demikian pengakuan pemburu ular di daerah Bantul dan Kalasan. Sebuah pengakuan yang lugas yang sangat menggambarkan bahwa dia memang ditakuti.

Kenapa ditakuti? Pertama, dia hijau dan berekor merah. Warna hijau benar-benar samar ketika dia berada di deaunan, butuh mata yang sangat tajam untuk mengawasi keberadaannya, peringatan yang dia berikan (goyangan ekor merah) sangat mungkin luput dari perhatian kita, ketika kita masuk ke wilayahnya, gigitan menjadi ancaman yang sangat serius. Kedua, bisa ular ini. Bisanya menyerang darah, pembuluh darah dan jaringan otot. Segera setelah gigitan akan terasa perih di luka, bila dibiarkan rasa panas dan terbakar akan menjalar dari luka hingga ke tempat lain, memberikan sensasi ingin melepas bagian tubuh tersebit agar tidak merasa perih sedemikian hingga. Kemudian luka pun membengkak, berubah warna menjadi ungu kebiruan hingga menghitam, seperti terbakar. Dan pada saat itulah, bayangan ular ini muncul memberikan satu pemahaman, dia memang menakutkan.

Di sisi lain, ini ular yang sangat saya hormati. Ada sikap dari ular ini yang saya terkesan karenanya. Kesabaran dan kerendahan hati. Dia akan dengan sabar menanti mangsa yang akan datang padanya, dari hitungan hari hingga minggu dia akan dengan tenang duduk di tempatnya dan menunggu mangsa menghampiri. Bila mangsa datang, dia akan dengan teliti mengenali mangsa tersebut, dengan matanya, organ penciuman, dan dengan sneosr panasnya. Kesabarannya membimbingnya untuk tetap tenang dan tak terburu-buru mengambil tindakan, bahkan hingga mangsa tepat berada di depannya dia tak akan tergesa menggigit. Tenang, penuh perhitungan dan ketika dia yakin satu gigita akan melupuhkan mangsa, wuutt!! Dia akan menancapkan giginya, dan game over untuk mangsanya.Kerendahan hati ditunjukkan olehnya dengan sikap tenangnya. dia tidak menyombongkan apa yang dimiliki dengan intimidasi dan bluffing pada pengganggunya, hanya ketenangan, memasang posisi siaga ketika pengganggu muncul dan peringatan dari goyangan ujung ekor, bila penganggunya tetap nekat, barulah dia memberitahukan ancaman ketakutan yang akan diberikan dari rasa sakit.

Tak usah besar mulut mengenai kemampuan, cukup tunjukkan bahwa kita memang mampu.

Dan itulah mereka, feared and respected.
S.24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar