Senin, 12 September 2011

snakes, feared or respected??


Ular, ada yang takut? Banyak dari kita yang akan menghindar dan bergidik bila mendengar keberadaan ular. Ya, ular memang belum memiliki reputasi yang baik di mata sebagian besar masyarakat kita. Dan ular memang cenderung dipandang menakutkan.
Saya memiliki ketakutan terhadap ular, semasa kecil saya sering naik pohon untuk memetik buah, dan tidak jarang saya loncat dari pohon karena di dahan pohon ada ularnya. Saya juga pernah tidak mau masuk rumah seseorang karena pernah bertemu ular di rumah tersebut. Hingga tahun pertama saya di biologi, saya masih ingat ketika mas Uli dan mas Tegar tengah bermain ular di depan swadaya, saya mengambil jalan memutar lewat akademik karena ketakutan saya. Bahkan, ketika teman-teman tengah bermain dengan yuu-chan, saya melihat dari kejauhan dengan tangan basah berkeringat dingin.
Ya, saya takut dengan ular, hingga saat ini. Tapi kini saya memiliki pandangan lain terhadap ular. Mereka tidak memiliki reputasi seburuk yang saya sangka. Ketakutan saya terhadap ular mengantarkan saya untuk bertanya, mengapa saya takut terhadap ular? Apakah dari bentuknya? Apakah karena dia berlendir? Ataukah karena dia berbisa?
Saya menyadari sesuatu hal yang sangat konyol bila saya takut terhadap ular  karena bentuknya. Dia tidak berkaki, cacing tidak berkaki dan saya tidak takut padanya, ikan tidak berkaki, dan sayapun tidak takut terhadapnya, belut juga tidak berkaki namun saya sering turun ke sawah memancing belut. Kemudian saya berpikir, ketiadaan kaki bukankah menunjukkan suatu hal yang menakjubkan? Banyak hewan sangat bergantung pada kaki untuk bergerak, tapi ular berbeda, mereka mengurangi ketergantungan terhadap kaki untuk bergerak lebih efektif, bukankah sangat menakjubkan melihat mereka sudah tak bergantung pada sesuatu yang kita sangat bergantung padanya? Lantas bagaimana mereka bergerak? Otot apa yang bekerja padanya? Bagaimana friksi badan dengan substratnya? Semakin saya mempelajari tentang ini, saya hanya dapat bergumam “This is awesome!”. Dan saya pikir, memang sangat konyol bila saya takut ular hanya karena ular tidak berkaki.
Banyak orang jijik terhadap ular karena dia berlendir, saya termasuk di dalamnya,  apakah iya ular berlendir? Suatu ketika di depan KSH, mas fani tengah memegang ular. Saya beranikan duduk di sebelah beliau karena saya yakin beliau dapat mengamankan ular tersebut bila saya di dekatnya. Saya tanyakan pada beliau apakah ular berlendir? Dan beliau tertawa, sambil menyodorkan ular pada saya, dengan segala jantung berdegup saya mengulurkan tangan menyentuh ular, waow… ternyata tubuhnya kering, sangat kering. Tidak ada lendir sedikitpun. Lantas, kenapa ular dikira berlendir? Itu hanyalah sisiknya. Sisiknya berkilau, sehingga kita mengira kilau tersebut berasal dari liquid. Nyatanya, ular justru sangat kering tanpa lendir. Saya salah mengira tentang itu, dan saya tersenyum, dalam hati saya berkata, saya telah sangat bodoh menghakimi sesuatu tentang hal yang saya tidak tahu padanya.
Kemudian saya bertanya, apakah saya takut ular karena ular berbisa? Saya pernah dengar banyak orang meninggal karena gigitan ular. Harry greene pernah berkata, kasus kematian gigitan ular di amerika jauh lebih kecil dibanding kematian akibat sambaran petir. Sekarang mari kita bertanya, seberapa banyak orang meninggal akibat sambaran petir? Saya rasa, sangat sedikit. Sehingga saya pikir, kasus kematian akibat gigitan ular adalah hal yang terlalu dilebih-lebihkan.
Ular berbisa, seberapa banyak ular berbisa? Saya pernah membaca ada sekitar 2400 spesies ular di dunia ini, hanya kurang dari sepertiga yang dikategorikan berbisa, dan hanya kurang dari sepertiga dari ular berbisa membahayakan manusia. Oke, katakanlah hanya sepersepuluh ular berbisa yang berbahaya bagi manusia, dan mereka tersebar di seluruh penjuru dunia, artinya sangat sedikit ular berbisa yang berbahaya bagi manusia.
Ular berbisa, bagi mereka bisa adalah permata, mahkota, atau ultimate weapon. Adalah hal yang sangat kita pahami bahwa kita tak akan menyerahkan hal yang sangat berharga kita dengan mudah. Demikian juga dengan ular, mereka tidak akan membuang bisa hanya demi hal yang tidak berguna. Ular hanya akan menggigit bila mereka dalam kondisi terjepit dan tidak ada jalan lain untuk bertahan. Selama ada jalan lain yang lebih baik, mereka pasti akan mengambil jalan lain. Nyatanya, ular lebih takut terhadap manusia dibanding manusia takut kepada ular. Mereka akan dengan segera menghindar bila bertemu manusia, atau segera bersembunyi serapi mungkin agar manusia tidak mengerti keberadaan mereka, karena mereka labih takut pada manusia.
Saya ambil contoh Cryptelytrops albolabris. Dia disebut sebagai yang bertanggungjawab terhadap sekitar 50% kasus gigitan ular di asia tenggara, Indonesia pada khususnya. Saya melihat perilaku mereka ketika ada manusia di sekitar mereka. Yang pertama mereka lakukan adalah menyembunyikan diri, menarik diri di dedaunan untuk menyamarkan diri, ketika manusia makin mendekat, mereka Nampak semakin gelisah seolah sedang mencari jalan lain untuk menghindari konflik. Saat manusia makin mendekati tempatnya, dia mengambil posisi siaga dengan membentuk huruf S, memperingatkan manusia, bila manusianya tetap mendekat, dia menggerakkan ekornya untuk menunjukkan peringatan kembali, dan bila manusianya tetap mendekat dia tak punya pilihan lain kecuali memberikan gigitan. Pertanyaannya, apakah manusianya sadar telah diberi peringatan? Apakah manusianya tahu hal itu? Saya rasa tidak, karena manusia yang tahu pasti memahami telah diberi peringatan. Ya, kita tak tahu dan menjadi bodoh menghakimi bahwa ularlah yang salah. Padahal, ular telah menjalani prosedur peringatan yang ada. Dia telah dengan sabar mengalah, menghindar, memberi peringatan sesuai dengan prosedur yang ada tanpa cela.
Saya akhirnya menyadari, saya telah sangat bodoh dan salah mengatakan ular selalu bersalah, nyatanya manusia juga merupakan tempat salah dan lupa. Masihkah saya mengatakan manusia makhluk terbaik? Ya, dengan syarat manusia menjalankan fungsinya sebagai pemimpin di muka bumi. Dan pemimpin yang baik adalah pemimpin yang cerdas, pemimpin yang mengerti apa yang dipimpinnya. Saya belajar kembali untuk memanusiakan saya sendiri. Dan saya harap, saya masih punya kesempatan untuk kembali menjadi manusia yang terbaik.
Saya takut ular, dan dibalik ketakutan saya, saya beranikan diri untuk belajar mengenai mereka, saya bersyukur memberanikan diri untuk belajar dari mereka, dan Alhamdulillah, saya menemukan lebih dari sekedar keberanian, saya temukan juga jalan untuk kembali menjadi manusia terbaik.
Snakes, feared but I do respect them!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar