Ular, ada yang
takut? Banyak dari kita yang akan menghindar dan bergidik bila mendengar
keberadaan ular. Ya, ular memang belum memiliki reputasi yang baik di mata
sebagian besar masyarakat kita. Dan ular memang cenderung dipandang menakutkan.
Saya memiliki
ketakutan terhadap ular, semasa kecil saya sering naik pohon untuk memetik
buah, dan tidak jarang saya loncat dari pohon karena di dahan pohon ada
ularnya. Saya juga pernah tidak mau masuk rumah seseorang karena pernah bertemu
ular di rumah tersebut. Hingga tahun pertama saya di biologi, saya masih ingat
ketika mas Uli dan mas Tegar tengah bermain ular di depan swadaya, saya
mengambil jalan memutar lewat akademik karena ketakutan saya. Bahkan, ketika
teman-teman tengah bermain dengan yuu-chan, saya melihat dari kejauhan dengan
tangan basah berkeringat dingin.
Ya, saya takut
dengan ular, hingga saat ini. Tapi kini saya memiliki pandangan lain terhadap
ular. Mereka tidak memiliki reputasi seburuk yang saya sangka. Ketakutan saya
terhadap ular mengantarkan saya untuk bertanya, mengapa saya takut terhadap
ular? Apakah dari bentuknya? Apakah karena dia berlendir? Ataukah karena dia
berbisa?
Saya menyadari sesuatu
hal yang sangat konyol bila saya takut terhadap ular karena bentuknya. Dia tidak berkaki, cacing
tidak berkaki dan saya tidak takut padanya, ikan tidak berkaki, dan sayapun
tidak takut terhadapnya, belut juga tidak berkaki namun saya sering turun ke
sawah memancing belut. Kemudian saya berpikir, ketiadaan kaki bukankah
menunjukkan suatu hal yang menakjubkan? Banyak hewan sangat bergantung pada
kaki untuk bergerak, tapi ular berbeda, mereka mengurangi ketergantungan
terhadap kaki untuk bergerak lebih efektif, bukankah sangat menakjubkan melihat
mereka sudah tak bergantung pada sesuatu yang kita sangat bergantung padanya?
Lantas bagaimana mereka bergerak? Otot apa yang bekerja padanya? Bagaimana
friksi badan dengan substratnya? Semakin saya mempelajari tentang ini, saya
hanya dapat bergumam “This is awesome!”. Dan saya pikir, memang sangat konyol
bila saya takut ular hanya karena ular tidak berkaki.
Banyak orang
jijik terhadap ular karena dia berlendir, saya termasuk di dalamnya, apakah iya ular berlendir? Suatu ketika di
depan KSH, mas fani tengah memegang ular. Saya beranikan duduk di sebelah beliau
karena saya yakin beliau dapat mengamankan ular tersebut bila saya di dekatnya.
Saya tanyakan pada beliau apakah ular berlendir? Dan beliau tertawa, sambil
menyodorkan ular pada saya, dengan segala jantung berdegup saya mengulurkan
tangan menyentuh ular, waow… ternyata tubuhnya kering, sangat kering. Tidak ada
lendir sedikitpun. Lantas, kenapa ular dikira berlendir? Itu hanyalah sisiknya.
Sisiknya berkilau, sehingga kita mengira kilau tersebut berasal dari liquid.
Nyatanya, ular justru sangat kering tanpa lendir. Saya salah mengira tentang
itu, dan saya tersenyum, dalam hati saya berkata, saya telah sangat bodoh
menghakimi sesuatu tentang hal yang saya tidak tahu padanya.
Kemudian saya
bertanya, apakah saya takut ular karena ular berbisa? Saya pernah dengar banyak
orang meninggal karena gigitan ular. Harry greene pernah berkata, kasus
kematian gigitan ular di amerika jauh lebih kecil dibanding kematian akibat
sambaran petir. Sekarang mari kita bertanya, seberapa banyak orang meninggal
akibat sambaran petir? Saya rasa, sangat sedikit. Sehingga saya pikir, kasus
kematian akibat gigitan ular adalah hal yang terlalu dilebih-lebihkan.
Ular berbisa,
seberapa banyak ular berbisa? Saya pernah membaca ada sekitar 2400 spesies ular
di dunia ini, hanya kurang dari sepertiga yang dikategorikan berbisa, dan hanya
kurang dari sepertiga dari ular berbisa membahayakan manusia. Oke, katakanlah
hanya sepersepuluh ular berbisa yang berbahaya bagi manusia, dan mereka
tersebar di seluruh penjuru dunia, artinya sangat sedikit ular berbisa yang
berbahaya bagi manusia.
Ular berbisa,
bagi mereka bisa adalah permata, mahkota, atau ultimate weapon. Adalah hal yang
sangat kita pahami bahwa kita tak akan menyerahkan hal yang sangat berharga
kita dengan mudah. Demikian juga dengan ular, mereka tidak akan membuang bisa
hanya demi hal yang tidak berguna. Ular hanya akan menggigit bila mereka dalam
kondisi terjepit dan tidak ada jalan lain untuk bertahan. Selama ada jalan lain
yang lebih baik, mereka pasti akan mengambil jalan lain. Nyatanya, ular lebih
takut terhadap manusia dibanding manusia takut kepada ular. Mereka akan dengan
segera menghindar bila bertemu manusia, atau segera bersembunyi serapi mungkin
agar manusia tidak mengerti keberadaan mereka, karena mereka labih takut pada
manusia.
Saya ambil contoh
Cryptelytrops albolabris. Dia disebut sebagai yang bertanggungjawab terhadap
sekitar 50% kasus gigitan ular di asia tenggara, Indonesia pada khususnya. Saya
melihat perilaku mereka ketika ada manusia di sekitar mereka. Yang pertama
mereka lakukan adalah menyembunyikan diri, menarik diri di dedaunan untuk
menyamarkan diri, ketika manusia makin mendekat, mereka Nampak semakin gelisah
seolah sedang mencari jalan lain untuk menghindari konflik. Saat manusia makin
mendekati tempatnya, dia mengambil posisi siaga dengan membentuk huruf S,
memperingatkan manusia, bila manusianya tetap mendekat, dia menggerakkan
ekornya untuk menunjukkan peringatan kembali, dan bila manusianya tetap
mendekat dia tak punya pilihan lain kecuali memberikan gigitan. Pertanyaannya,
apakah manusianya sadar telah diberi peringatan? Apakah manusianya tahu hal
itu? Saya rasa tidak, karena manusia yang tahu pasti memahami telah diberi
peringatan. Ya, kita tak tahu dan menjadi bodoh menghakimi bahwa ularlah yang
salah. Padahal, ular telah menjalani prosedur peringatan yang ada. Dia telah
dengan sabar mengalah, menghindar, memberi peringatan sesuai dengan prosedur
yang ada tanpa cela.
Saya akhirnya
menyadari, saya telah sangat bodoh dan salah mengatakan ular selalu bersalah,
nyatanya manusia juga merupakan tempat salah dan lupa. Masihkah saya mengatakan
manusia makhluk terbaik? Ya, dengan syarat manusia menjalankan fungsinya
sebagai pemimpin di muka bumi. Dan pemimpin yang baik adalah pemimpin yang
cerdas, pemimpin yang mengerti apa yang dipimpinnya. Saya belajar kembali untuk
memanusiakan saya sendiri. Dan saya harap, saya masih punya kesempatan untuk
kembali menjadi manusia yang terbaik.
Saya takut ular,
dan dibalik ketakutan saya, saya beranikan diri untuk belajar mengenai mereka,
saya bersyukur memberanikan diri untuk belajar dari mereka, dan Alhamdulillah,
saya menemukan lebih dari sekedar keberanian, saya temukan juga jalan untuk
kembali menjadi manusia terbaik.
Snakes, feared
but I do respect them!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar