berawal dari kegiatan yang dipaksakan, akhirnya mulai menikmatinya. awalnya saya sedikit jengah untuk melakukan pengamatan burung, dikarenakan sebelumnya saya berkutat dengan reptil dan amfibi. bahkan selama kuliah hampir tidak pernah memperhatikan burung, kecuali saat praktikum sistematika hewan.
akhirnya setelah setahun, dan beberapa kali melakukan bird-watching, rasanya mulai menikmati kegiatan ini. setiap mendengar suara burung, atau ada burung sepintas lewat hati langsung penasara, siapa itu???
daaaannn.. kegiatan ini membawa ke arah pandangan baru, dulu, kamera adalah hal yang secukupnya saja buat saya.
pertama beli kamera adalah saat mendapat hibah dana penelitian, dengan kebutuhan untuk melakukan dokumentasi baik kegiatan ataupun spesimen yang ditemukan.
beli kamera kedua saat di kalimantan.
kenapa?
karena kamera pertama rusak laaaahh...
waktu itu sedang di pedalaman Meratus di kalimantan selatan, perjalanan yang menakjubkan, karena bertemu hal-hal yang tak pernah aku sangka bisa ketemu.
masuk ke dalam hutan primer, bertemu pohon yang dirangkul 9 orang baru tersambung, dan pastinya faunanya, amazing. terlebih amfibinya.
Salah satu padang rumput bekas huma dengan background bukit yang telah dilewati
lokasi camp pertama di gunung paku, ndak nemu aliran sungai besar, hanya aliran kecil tapi dipastikan mengalir lancar dan bukan hanya jalan air hujan
saya sangat antusias setiap kali bertemu amfibi, kapan lagi coba saya akan ketemu mereka kan?
sampe gerimis pun saya berani keluarkan kamera, padahal nggak ada pelindung anti air. berbekal antusias aja.
saat itu di akar pohon ada genangan air, dan setelah diperhatikan ada mahluk kecil sedang berenang di tepiannya, yup. katak.
sontak saya keluarkan kamera dan mengambil foto-foto, sampe kemudian tidak bisa lagi karena memori penuh.
dalam posisi jongkok setelah mengambil gambar, saya letakkan kamera di pangkuan, kemudian mencoba meraih wadah di tas untuk mengambil memori tambahan, tapi tidak sampai.
refleks saya berdiri menggapai kantong tas, daaaaaaaannnn... plung.
kamera masuk ke air. mati.
setelah itu, sisa perjalanan serasa hampa.
banyak hewan bagus, walau akhirnya setiap kali pinjam kamera teman, tetap aja rasanya ga mantap karena bukan kamera sendiri.
Ini Chaperina fusca, foto terakhir yang diambil oleh kamera pertamaku
akhirnya belilah kamera yang kedua, thanks to my brother Ari, yang langsung merogoh kocek begitu mendengar kameraku mati, dan perjalanan masih dua bulan lagi. sebenernya kamera yang sama ama yang sebelumnya, bedanya cuma warnanya aja,yang pertama warna silver sedangkan yang kedua ini warna biru cerah.
well, sebenarnya ndak ada masalah dengan kamera ini, dari 2011-2014 menemaniku nggak ada masalah. belum pernah sekalipun error.
very impressive.
namun, akhirnya kembali ke cerita awal.
burung ndak seperti reptil dan amfibi bro, kalo reptil dan amfibi tinggal tangkep, bisa pake tangan, trus di foto dari deket.
lha kalo burung?
ngedeket aja uda flaaaaaaaaaaaaaayyyyyyy (alay).
akhirnya, dari yang semula kepengen, akhirnya masuk ke kategori, ke bu tuh an.
aku butuh kamera yang bisa mendokumentasikan burung, yang jelas zoomnya harus kuat.
pertama kepincut ama seri DSLR blabla dengan lensa 70-300mm, tapi setelah dikalkulasi, hampir 30jeti noh. ngerogoh kocek dalem-dalem kalo mau beli, tapi cukup ga uangnya?
akhirnyaaa... ada prioritas yang lebih tinggi dari kamer itu, ada wanita yang harus aku bahagiain dulu, baru ngebahagiain diri sendiri, hoho
akhirnya, keinginan punya kamera dikandaskan.
eeeehhh....trus keinget, setaun lalu ketemu sama anak ITB yang nenteng kamera prosumer seharga seperenam dari harga DSLR yang mau dibeli, trus coba cari varian lain, akhirnyaaa... dapetlah satu model yang bikin kepincut pengen punya, yang utamanya zoomnya kuat, jadi bisa buat dokumentasi burung.
sooo.. jadi beli kamera? ^^